Senin, 05 Desember 2011

makalah bahasa indonesia 2

"






 
            
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang tidak terlepas dari kehidupan setiap manusia. Setiap manusia pasti memerlukan pendidikan demi untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dan juga untuk menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Untuk mencapai itu semua setiap individu harus menempuh jenjang-jenjang pendidikan yang ada. Seperti TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Dalam dunia pendidikan juga dikenal suatu istilah inovasi. Inovasi dapat diartikan sebagai suatu hal yang baru atau pembaharuan. Seperti pembaharuan dalam pembelajaran materi dan metode penyampaian materi. Melihat sekarang ini masih banyak penyampaian materi dengan cara-cara yang itu-itu saja. Yang dapat berdampak bagi peserta didik seperti merasa bosan untuk mengikuti pembelajaran dan berkurangnya semangat belajar.
Inovasi atau pembaharuan dalam dunia pendidikan di era globalisasi ini sangat dibutuhkan. Sehingga dapat tercipta pembelajaran yang lebih terkonsep dan kondusif. Khususnya dijenjang sekolah dasar, dengan adanya inovasi pendidikan dapat berdampak positif bagi perkembangan potensi setiap peserta didik. Tidak hanya itu, juga diharapkan dapat berimplikasi dalam KBM. Dan bagi peserta didik akan lebih giat dan bersemangat dalam belajar juga dalam mengikuti pembelajaran.

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa itu inovasi pendidikan?
2.      Bagaimana proses inovasi pendidikan?
3.      Apa saja strategi dalam inovasi pedidikan?

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Inovasi Pendidikan
Kata inovasi berasal dari kata innovation  yang berarti segala hal yang baru atau pembaharuan. Dalam kata Indonesia ada yang menjadikan innovation menjadi kata inovasi. Kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menterjemahkan kata discovery dan invention (http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/19/inovasi-pembelajaran/).
Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invention maupun diskoveri (Udin Saefudin Sa’ud, 2009:3). Menurut Suharjo (2006:101) inovasi adalah penemuan sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu, dan dalam kurun waktu tertentu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Mattew B. Miller (dalam Udin Syaefudin Sa’ud, 2009:8) menjelaskan pengertian inovasi pendidikan sebagai berikut:
To give more concreteness the universe called “educational innovations”some sample are described billow. They are organized according to the aspect of a social system which they appear to be must clearly associated. In most cases social system involved should be taken to be that of a school or cell although some innovations take place within the context of many larger system.

 
Bertolak dari beberapa pengertian diatas, jadi inovasi pendidikan dapat diartikan sebagai penemuan sesuatu yang baru atau hal baru bagi individu atau kolompok masyarakat baik berupa ide, barang, kejadian, dalam konteks sosial tertentu dan dalam kurun waktu tertentu untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Timbulnya inovasi dalam dunia pendidikan disebabkan karena adanya persoalan atau tantangan yang perlu dipecahkan dengan pemikiran baru. Inovasi pendidikan merupakan upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek pendidikan agar lebih efektif dan efesien.

B.   Proses Inovasi Pendidikan
Proses inovasi pendidikan merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan memakan waktu dan setiap saat terjadi perubahan. Berapa lama waktu proses itu terjadi akan berbeda antara individu atau organisasi yang satu dengan yang lain tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi berlangsung akan terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Mengenai proses inovasi pendidikan, Roger (dalam Suharjo, 2006:102) menyatakan bahwa:
Proses keputusan inovasi pendidikan adalah proses yang dilalui oleh seseorang atau unit pengambil keputusan, mulai dari mengetahui adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, keputusan menerima atau menolak inovasi, mengimplementasikan inovasi, dan akhirnya mengkonfirmasikan keputusan inovasi yang telah diambilnya.
Beberapa model proses inovasi pendidikan menurut para ahli yaitu:
1. Proses inovasi yang berorientasi pada individual, antara lain:
a.    Colley (1961):
1)   Belum menyadari
2)   Menyadari
3)   Memahami
4)   Mempercayai
5)   Mengambil tindakan
b.    Rogers (1962)
1)   Menyadari
2)  

 
Menaruh perhatian
3)   Menilai
4)   Mencoba
5)   Menerima (Adoption)
2. Proses inovasi yang berorientasi pada organisasi, antara lain:
a.    Wilson (1966)
1)   Konsepsi perubahan
2)   Pengusulan perubahan
3)   Adopsi dan impleementasi
b.    Hage dan Aiken (1970)
1)   Evaluasi
2)   Inisiasi
3)   Implementasi
4)   Routinisasi[sic!]
(Udin Syaefudin Sa’ud, 2009:46-48)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan, antara lain:
a.       Kegiatan belajar mengajar
b.      Faktor internal dan eksternal
c.       Sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan)
(Udin Syaefudin Sa’ud, 2009:53)

C.     Strategi Inovasi Pendidikan
Udin Syaefudin Sa’ud (2009:63-68) menyebutkan empat macam strategi inovasi pendidikan yaitu:
1. Strategi Fasilitasi (facilitative strategies)
Menggunakan strategi fasilitasi artinya untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar program perubahan sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar.


 
 

Strategi ini akan dapat dilaksanakan dengan tepat jika diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.         Sebaiknya strategi fasilitasi dilaksanakan dengan disertai program yang menimbulkan kesadaran pada klien atas tersedianya fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.
b.         Strategi fasilitasi tepat juga digunakan sebagai kompensasi motivasi yang rendah terhadap usaha perubahan sosial.
c.         Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat bagi usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki berbagai macam kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan sesuai yang diharapkan.
d.         Strategi fasilitasi dengan menyediakan dana serta tenaga akan sangat diperlukan jika klien tidak dapat melanjutkan usaha perubahan sosial karena kekurangan sumber daya dan tenaga.

Strategi fasilitasi kurang efektif jika:
a.       Digunakan pada kondisi sasaran perubahan yang sangat kurang untuk menentang adanya perubahan sosial.
b.      Perubahan diharapkan berjalan dengan cepat, serta tidak ada sikap terbuka dari klien untuk menerima perubahan.
Oleh karena itu sebaiknya penggunaan strategi fasilitasi diiringi program untuk membangkitkan kesadaran pada klien (sasaran perubahan) akan perlunya perubahan serta perlunya memanfaatkan semaksimal mungkin fasilitas dan bantuan tenaga yang disediakan.
2.Strategi Pendidikan (re-educative strategies)

 

 
Zaltma dan Duncan (dalam Udin Syaefudin Sa’ud, 2009:65) menyatakan bahwa “Perubahan didefinisiakan sebagai pendidikan atau pengajaran kembali (re-educative).” Pendidikan juga dipakai sebagai strategi untuk mencapai tujuan perubahan sosial. Dengan menggunakan strategi pendidikan berarti untuk mengadakan perubahan sosial dengan cara menyampaikan fakta dengan maksud orang akan menggunakan fakta atau informasi itu untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Agar penggunaan strategi pendidikan dapat berlangsung secara efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.       Strategi pendidikan akan dapat digunakan secara tepat dalam kondisi dan situasi sebagai berikut:
1)   Apabila perubahan sosial yang diinginkan tidak harus terjadi dalam waktu yang singkat (tidak ingin segera cepat berubah).
2)   Apabila sasaran perubahan (klien) belum memiliki keterampilan atau pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan program perubahan sosial.
3)    Apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan yang kuat oleh klien terhadap perubahan yang diharapkan.
4)   Apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya mendasar dari pola tingkah laku yang sudah ada ke tingkah laku yang baru.
5)   Apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah diketahui atau dimengerti atas dasar sudut pandang klien sendiri, serta diperlukan adanya control dari klien.
b.      Strategi pendidikan untuk melaksanakan program perubahan akan efektif jika:
1)   Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya sesuai dengan tujuan perubahan sosial yang akan dicapai.
2)   Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak misalnya dengan adanya: sumbangan dana, donator, serta berbagai penunjang yang lain.
3)   Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.
4)  

 
Digunakan untuk menanamkan pengertian tentang hubungan antara gejala dan masalah, menyadarkan adanya masalah dan memantapkan bahwa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan dengan adanya perubahan.
c.       Strategi pendidikan kurang efektif jika:
1)   Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan.
2)   Digunakan dengan tanpa dilengkapi dengan strategi yang lain.
3. Strategi Bujukan (persuasive strategies)
Program perubahan sosial dengan menggunakan strategi bujukan, artinya mencapai tujuan perubahan sosial dengan cara membujuk (merayu) agar sasaran perubahan (klien), mau mengikuti perubahan sosial yang direncanakan.
Untuk berhasilnya penggunaan strategi bujukan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Strategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran perubahan):
1)   Tidak berpartisipasi dalam proses perubahan sosial.
2)   Berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak.
3)   Diajak untuk mengalokasikan sumber penunjang perubahan dari suatu kegiatan atau program ke kegiatan atau program yang lain.
b. Strategi bujukan tepat digunakan jika:
1)   Masalah dianggap kurang penting atau jika cara pemecahan kurang fektif[sic!].
2)   Pelaksana program perubahan tidak memiliki alat control secara langsung terhadap klien.
3)   Sebenarnya perubahan sosial sangat bermanfaat tetapi menganggap mengandung suatu resiko yang dapat menimbulkan perpecahan.
4)   Perubahan tidak dapat dicobakan, sukar dimengerti, dan tidak dapat diamati kemanfaatannya secara langsung.
5)   Dimanfaatkan untuk melawan penolakan terhadap perubahan pada saat awal diperkenalkannya perubahan sosial yang diharapkan.

 
 

4. Strategi Paksaan (power strategies)
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan menggunakan strategi paksaan, artinya dengan cara memaksa klien (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan.
Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.    Strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasi klien terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak mau meningkatkan partisipasinya.
b.    Strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien tidak merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya perubahan sosial.
c.    Strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki sasaran penunjang untuk mengusahakan perubahan dan pelaksana perubahan juga tidak mampu mengadakannya.
d.    Strategi paksaan tepat digunakan jika perubahan sosial yang dharapkan[sic!] harus terwujud dalam waktu yang singkat. Artinya tujuan perubahan harus segera tercapai.
e.    Strategi paksaan juga tepat dipakai untuk menghadapi usaha penolakan terhadap perubahan sosial atau untuk cepat mengadakan perubahan sosial sebelum usaha penolakan terhadapnya bergerak.
f.      Strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar untuk mau menerima perubahan sosial artinya sukar dipengaruhi.
g.    Strategi paksaan dapat juga digunakan untuk menjamin keamanan percobaan perubahan sosial yang telah direncanakan.


 
Dalam pelaksanaan program perubahan sosial sering juga dipakai kombinasi antara berbagai macam strategi, disesuaikan dengan tahap pelaksanaan program serta kondisi dan situasi klien pada berlangsungnya proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak perubahan sosial.
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Inovasi sering diterjemahkan sebagai segala hal yang baru atau pembaharuan. Timbulnya inovasi di dalam pendidikan disebabkan oleh adanya persoalan dan tantangan yang perlu dipecahkan dengan pemikiran baru yang mendalam dan progresif. Inovasi pendidikan merupakan upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek pendidikan agar lebih efektif dan efesien.
Pada hakikatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan inovasi adalah individu atau pribadi sebagai anggota sistem sosial (warga masyarakat). Maka dengan demikian pemahaman tentang proses inovasi pendidikan yang berorientasi pada individu tetap merupakan dasar untuk memahami proses inovasi dalam organisasi.
Namun demikian jika pelaksanaan program perubahan sosial memahami, memilih berbagai macam strategi dan menentukan strategi mana yang akan diutamakan untuk mencapai tujuan perubahan sosial tertentu, walaupun sebenarnya akan mengkombinasikan berbagai macam strategi.

B.     Saran
Sebagai seorang pendidik, kita hendaknya harus memahami,  melaksanakan, dan mengimplikasikan inovasi pendidikan guna meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan.

Syaefudin Sa’ud,Udin. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung: CV Alvabeta

Winarsih. 2010. Inovasi Pembelajaran. Diunduh dari http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/19/inovasi-pembelajaran/ pada tanggal 28 November 2011.